Pelaku Desa Wisata Tergerak Kembangkan Wisata di Kampungnya

28 mengonthel sepeda jadi salah satu paket wisata di CandirejoPURBALINGGA – Sejumlah kepala desa dan para pelaku desa wisata di Purbalingga bersemangat dan tergerak untuk mengembangkan potensi di desanya sebagai tujuan wisata. Pemikiran itu muncul usai mereka mengikuti kegiatan studi banding di Desa Wisata Candirejo Kabupaten Magelang dan di Dusun Wisata Pentingsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman Yogyakarta, Rabu – Kamis (26 – 27/11). Kunjungan studi banding tersebut difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga.

“Potensi desa wisata di Magelang dan Sleman yang kami kunjungan tidak berbeda jauh dengan desa kami, bahkan desa wisata kami memiliki potensi alam yang lebih bagus. Namun, dengan manajemen dan jejaring yang terbangun baik, ternyata desa wisata di Magelang dan Yogyakarta itu bisa menarik para wisatawan baik mancanegara maupun domestik. Dengan bekal ini, saya semakin tergerak untuk membangun desa kami sebagai desa wisata,” tutur kades Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Halimah, Jum’at (28/11).

Hal senada juga diungkapkan Imam Yulianto, kepala desa Panusupan Kecamatan Rembang. Dengan potensi desa yang didukung destinasi wisata ziarah Petilasan Syeh Jambukarang atau yang dikenal dengan Ardi Lawet, pihaknya optimis desanya bisa semakin lebih maju. “Kata kuncinya ada pada semangat warga untuk bersama mengembangkan desa yang didukung dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan jejaring dengan agen biro wisata serta promosi yang tak kenal lelah,” kata Imam Yulianto.

Sementara ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Tanalum, Kecamatan Rembang, Taat Priyano mengungkapkan, potensi di desanya dengan keberadaan curug Karang, Curug Aul dan sejumlah curug lain serta keindahan alam dan didukung pula adanya potensi batuan Pancawarna yang kini banyak diburu masyarakat, semakin menguatkan niatnya bersama pengurus Pokdarwis untuk mengembangkan kampungnya. “Kami akui, SDM di desa kami dalam hal pariwisata masih kalah dengan pelaku desa wisata di Candirejo dan Pentingsari, tetapi kami yakin kedepan kami akan bisa lebih baik,” tutur Taat.

Pengelola desa wisata Candirejo Kabupaten Magelang, Tatak Sariawan mengungkapkan, saat awal mengelola desa wisata sekitar tahun 2003 memang butuh pengabdian dan pengorbanan. Jangan berharap begitu berdiri langsung mendapat kunjungan wisatawan, semuanya butuh proses dan perjuangan yang panjang. Tatak mengungkapkan, di desanya ibarat tidak ada obyek wisata, namun dengan potensi yang ada dan dikemas menarik bisa mendatangkan wisatawan dari mancanagera. Dalam satu tahun, ada 5.000 wisatawan, sebanyak 4.000 diantaranya berasal dari wisatawan mancanegara.

“Paket wisata kami boleh dibilang bisa dijumpai dimana-mana,seperti paket memasak, berkebun, keliling desa dengan sepeda onthel atau dokar, melihat perajinan makanan, belajar gamelan dan lainnya. Dengan kemasan dan promosi yang menarik, ternyata banyak mendatangkan wisatawan. Kami menjalin dengan sejumlah biro wisata di Bali, Lombok, Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung,” ujar Tatak yang mengaku senang bisa berbagai pengalaman dengan pelaku desa wisata di Purbalingga.

Pelaku desa wisata di Pentingsari, Cangkringan Sleman, Doto Yogantoro mengungkapkan, di desa kami bahkan tidak ada tempat wisata, namun suasana desa yang kami jual. Potensi yang dijual seperti trecking keliling desa, melihat pertanian kopi,  kebun coklat, dan paket wisata outbond, perkemahan dan lainnya. “Ketika awal berdiri dan membangun kesadaran masyarakat memang susah, namun seiring waktu, masyarakat mulai sadar dan bisa menerima manfaat dari keberadaan kunjungan wisatawan,” kata Doto.

Doto menambahkan, untuk membangun jejaring dan mendatangkan wisatawan, pihaknya bekerjasama dengan sedikitnya 50 biro wisata di sejumlah kota, membangun kerjasama dengan sekolah unggulan di Jakarta, dan sejumlah instansi di Yogyakarta dan luar wilayah Yogya. “Pada saat awal berdiri sekitar April 2008 hingga akhir tahun bahkan kami tidak mendapat kunjungan wisata, namun dengan semangat dan kerja keras akhirnya sedikit demi sedikit mulai banyak yang berkunjung dan menginap. Ketika mulai bangkit tahun 2010, kami sempat terkena dampak erupsi Gunung Merapi, kunjungan menurun dan kami harus bangkitkan kembali. Ternyata pada tahun ini, kami dipercaya menjadi tempat event nasional bahkan internasional,” tutur Doto.

Kepala Bappeda Purbalingga Ir Setiyadi, M.Si yang ikut dalam kunjugan tersebut mengatakan, untuk membangun sebuah desa wisata tidak harus membangun obyek atau prasarana wisata. Kuncinya ada pada kemauan masyarakat untuk maju dan berdaya. “Pada tahun 2015, kami menyiapkan pendampingan untuk empat desa wisata dulu yang potensial. Pemkab tidak akan membangun sarana fisik, tetapi lebih pada peningkatan SDM manusianya, melalui pelatihan-pelatihan dan pemberian motivasi serta tentunya promosi yang gencar,” kata Setiyadi.

Sementara itu Kabid Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, studi banding yang diikuti 54 peserta dimaksudkan untuk membuka wahana para kepala desa dan pelaku wisata untuk bangkit mengembangkan desanya. “Setelah kunjungan, semuanya kembali kepada para kepala desa dan pelaku desanya, jika mereka ingin maju, tentunya Dinbudparpora tidak akan tinggal diam. Kami ingin membangun desa wisata justru muncul dari semangat dan kemauan warga desa, bukan paksaan dari pemerintah,” katanya. (*)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *