Mencari Berkah di Mata Air ‘Tirto Marto’
PURBALINGGA – Tiga orang wanita terlihat duduk-duduk di ujung kolam mata air Tirto Marto, di Desa Karangcegak, Kecamatan Kutasari, Sabtu (24/1). Tangannya sesekali dimasukkan ke dalam kolam yang tampak jernih dan segar. Sejurus kemudian, ketiganya menceburkan diri ke dalam kolam itu. Pakaian masih utuh seperti yang dikenakan ketika duduk-duduk.
Tiga wanita itu tidak sendirian. Beberapa saat kemudian juga datang rombongan kecil baik wanita maupun pria. Merekapun melakukan hal yang sama, menceburkan diri dan mandi di mata air itu. Secara bergiliran, mereka menuju sebuah batu persegi empat di dasar kolam yang terlihat jelas, dan kemudian berdiri diatasnya. Jika sudah menginjak batu ini diyakini bisa mencapai cita-cita yang diinginkan.
Konon, bagi yang percaya, mata air Tirto Marto diyakini bisa mendatangkan berkah. Ada yang meyakini bisa membuat awet muda. Airnya yang segar dan jernih, dipkai untuk membasuh wajah. Mata air Tirto Marto juga ada yang meyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. “Banyak yang percaya, mata air Tirto Marto bisa membuat badan sehat dan awet muda,” tutur Siam, (47), salah seorang warga yang menjaga mata air tersebut.
Diungkapkan Siam, mata air Tirto Marto berasal dari tujuh sumber mata air disekitarnya. Namun, yang cukup besar debit airnya disebut mata air Gede. Enam mata air lainnya,menopang kolam berukuran sekitar 20 meter x 40 meter. Sisanya, dialirkan ke persawahan penduduk dan digunakan untuk sumber air PDAM. “Warga disini juga memanfaatkan untuk keperluan mandi sehari-hari. Namun, untuk mandi sudah dibuatkan tempat tersendiri yang ditutupi seng,” kata Siam yang dibenarkan Tono (40), pengurus Karang Taruna yang mengelola sumber mata air tersebut.
Siam mengatakan, jika hari libur seperti hari Minggu, jumlah pengunjung bisa mencapai lebih dari 500 orang. Mereka rata-rata untuk sengaja datang mandi dan membasuh muka. Kunjungan akan lebih banyak lagi pada malam Jum’at Kliwon. Mereka kebanyakan justru berasal dari luar kota. “Pada malam Jum’at Kliwon, ratusan pengunjung yang kebanyakan dari luar kota sengaja dating ke mata air Tirto Marto untuk mandi kungkum (berendam). Mereka meyakini dengan mandi kungkum bisa mendapat berkah yang dicita-citakannya,” ujar Siam.
Untuk mandi di mata air tersebut, pengelola tidak menetapkan tiket masuk. Di jalan masuk menuju kolam, pengelola hanya menyiapkan kotak. Tidak ada paksaan untuk memasukan uang kedalam kotak itu. Semua kembali ke kesadaran para pengunjung. Namun, bagi pengunjung yang membawa mobil, pengelola memungut biaya parker Rp 5.000,- sedang sepeda motor Rp 2.000,-. Pengelola juga menyewakan karet ban mobil untuk yang ingin berenang. Harga sewa ban Rp 5.000,’ dan tidak dibatasi waktunya. Biasanya pengunjung mandi paling lama satu jam sudah kedinginan.
“Pemasukan dari uang parkir, sewa ban dan kotak sumbangan, kami gunakan untuk perawatan dan membangun beberapa fasilitas pendukung,” ujarnya.
Jika dicermati disekitar kolam, memang tidak ada fasilitas yang tertata rapi. Ada bangunan ruang bilas atau ruang ganti, namun ukurannya sempit. Disekitar kolam juga muncul warung-warung yang belum tertata rapi. Beberapa warung ada yang menyediakan mushola dan toilet. “Saya juga membuka warung minuman dan mendoan. Warga disini bisa mendapat penghasilan dari warung,” ujar Siam.
Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, potensi mata air Tirto Marto untuk destinasi wisata baru sangat prospektif. Sumberdaya air yang melimpah menjadi hal utama daya tarik wisata tersebut. Hanya saja, untuk pengelolaan lebih lanjut masih terkendala status kepemilikan lahan. Mata air itu berada di areal lahan seluas kurang lebih 17.800 meter. Status tanah merupakan milik Pemprov Jateng dan saat ini dalam tahap pelimpahan ke Pemkab Purbalingga. Pihak Karang taruna setempat, memanfaatkan sumber mata air tersebut, namun belum ada perjanjian resmi dengan Pemprov. “Pihak pemerintah desa setempat, saat ini juga tengah mengajukan permohonan kepada Pemkab Purbalingga untuk mengelola mata air Tirto Marto menjadi obyek wisata,” kata Prayitno.
Ditambahkan Prayitno, selain sumberdaya air yang melimpah, aspek keyakinan keampuhan mata air untuk menyembuhkan penyakit dan mendatangkan berkah, juga menjadi kunci daya tarik pengunjung. “Jika menjadi destinasi wisata, mata air Tirto Marto tidak harus menjadi kolam renang atau water park, tetapi cukup dipertahankan keasliannya demi kelestarian mata air. Pengelola, cenderung lebih pas oleh kelompok sadar wisata dari masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat akan mampu mengangkat ekonomi warga setempat,” kata Prayitno.(y)