Watu Kambang Potensi Dikembangkan untuk Wisata Cagar Budaya
PURBALINGGA – Batu Kambang yang berada di Desa Selakambang, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, potensi untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah cagar budaya atau purbakala. Warga setempat menyebutnya sebagai Watu Kambang dan konon disebut-sebut sebagai cikal bakal nama Desa Selakambang. Dalam bahasa Jawa, batu juga disebut sebagai Selo/Sela.
Batu Kambang memiliki ketinggian antara 5 hingga 9 meter, dan diameter mencapai 50 meter. Mesti disebut Kambang (mengapung –Jawa), namun batu ini tidak mengapung di air. Hanya lahan disekitarnya saja yang dikelilingi aliran Sungai Lebak.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Subeno mengatakan, meski belum menjadi obyek wisata, namun Batu Kambang sudah mulai banyak dikunjungan tamu. Bahkan, oleh pihak desa setempat, di sekitar lokasi ini juga sering digunakan untuk tempat berkemah. “Batu Kambang banyak dikunjungi para remaja dan anak-anak, hal ini tentunya potensial untuk dikembangkan sebagai wisata purbakala,” kata Drs Subeno, SE, M.Si disela-sela melakukan peninjauan Batu Kambang, Selasa (10/3).
Sementara itu Kepala Bidang Kebudayaan Dinbudparpora, Drs Sri Kuncoro yang mendampingi Subeno mengungkapkan, luasan Batu kambang yang terlihat di bagian atas sekitar 50 meter, namun bagian bawah diduga lebih luas hingga mencapai 200 meter. Sampai sejauh ini, Dinbudparpora belum memasukan Batu Kambang sebagai salah satu benda purbakala dan cagar budaya. Namun, jika dilihat dari jenis bebatuan, Batu Kambang sudah berusia lebih dari 50 tahun, sehingga ditengarai sebagai benda purbakala. “Kami akan segera mengirimkan data-data Batu Kambang ke Balai Arkeologi di Yogyakarta, hal ini untuk mengetahui nilah sejarah dari batu tersebut,” kata Sri Kuncoro yang didampingi Kasi Sejarah dan Benda Peninggalan Purbakala, Rien Anggraeni, S.Pd.
Rien Anggraeni menambahkan, data jumlah benda cagar budaya yang juga sudah terdaftar di Balai Arkeologi Yogyakarta sebanyak 224 benda cagar budaya bergerak, 49 benda cagar budaya tidak bergerak, dan 27 buah situs. Dari jumlah tersebut, belum termasuk Batu Kambang yang ditengarai memiliki nilai sejarah dan masuk dalam cagar budaya. “Benda Batu Kambang jika dilihat utuh seperti candi, begitu juga dengan batuannya yang keras. Kami meyakini Batu Kambang itu seperti candi yang sudah tertimbun dan dikelilingi sungai,” kata Rien.
Secara terpisah Kepala Bidang Pariwisata, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, berdasar penelusuran yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu, Batu Kambang dahulu sering dipakai untuk tempat bersemedi. Namun, berangsur-angsur tidak digunakan semedi, malahan digunakan untuk tempat menggembala ternak. Mulai tahun 2000-an, Batu Kambang mulai banyak dikunjungi oleh para remaja yang melakukan refreshing. Kemudian mulai tahun 2009, Batu Kambang mulai sering digunakan untuk berkemah bagi para pramuka di wiayah Kecamatan Kaligondang. Tempat itu mulai dikenal sebagai areal perkemahan tingkat kecamatan setempat. Meski berada di pinggir Sungai Lebak, namun areal ini aman dari terjangan banjir dan angin ribut.
“Namun sayangnya, diatas areal ini banyak sampah plastic bungkus makanan ringan. Bahkan, beberapa tempat terlihat coretan diatas bagian batu,” ujar Prayitno.
Prayitno menambahkan, untuk mencapai areal Batu Kambang, tidaklah sulit, Dari pusat kota Purbalingga menuju Desa Selakambang ditempuh sekitar 20 menit menggunakan kendaraan pribadi. Dari persimpangan Selakambang kemudian menuju arah Timur ke arah Dusun Beji. Kemudian di pertigaan kedua di Dusun Beji, kita harus turun berjalan kaki. Melewati jalan berkelok dan rumah penduduk hingga ke ujung jalan. Selepas ujung jalan inilah kita melewati jalan menurun dan sudah terlihat Batu Kambang. (y)
PURBALINGGA – Batu Kambang yang berada di Desa Selakambang, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, potensi untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah cagar budaya atau purbakala. Warga setempat menyebutnya sebagai Watu Kambang dan konon disebut-sebut sebagai cikal bakal nama Desa Selakambang. Dalam bahasa Jawa, batu juga disebut sebagai Selo/Sela.
Batu Kambang memiliki ketinggian antara 5 hingga 9 meter, dan diameter mencapai 50 meter. Mesti disebut Kambang (mengapung –Jawa), namun batu ini tidak mengapung di air. Hanya lahan disekitarnya saja yang dikelilingi aliran Sungai Lebak.
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Subeno mengatakan, meski belum menjadi obyek wisata, namun Batu Kambang sudah mulai banyak dikunjungan tamu. Bahkan, oleh pihak desa setempat, di sekitar lokasi ini juga sering digunakan untuk tempat berkemah. “Batu Kambang banyak dikunjungi para remaja dan anak-anak, hal ini tentunya potensial untuk dikembangkan sebagai wisata purbakala,” kata Drs Subeno, SE, M.Si disela-sela melakukan peninjauan Batu Kambang, Selasa (10/3).
Sementara itu Kepala Bidang Kebudayaan Dinbudparpora, Drs Sri Kuncoro yang mendampingi Subeno mengungkapkan, luasan Batu kambang yang terlihat di bagian atas sekitar 50 meter, namun bagian bawah diduga lebih luas hingga mencapai 200 meter. Sampai sejauh ini, Dinbudparpora belum memasukan Batu Kambang sebagai salah satu benda purbakala dan cagar budaya. Namun, jika dilihat dari jenis bebatuan, Batu Kambang sudah berusia lebih dari 50 tahun, sehingga ditengarai sebagai benda purbakala. “Kami akan segera mengirimkan data-data Batu Kambang ke Balai Arkeologi di Yogyakarta, hal ini untuk mengetahui nilah sejarah dari batu tersebut,” kata Sri Kuncoro yang didampingi Kasi Sejarah dan Benda Peninggalan Purbakala, Rien Anggraeni, S.Pd.
Rien Anggraeni menambahkan, data jumlah benda cagar budaya yang juga sudah terdaftar di Balai Arkeologi Yogyakarta sebanyak 224 benda cagar budaya bergerak, 49 benda cagar budaya tidak bergerak, dan 27 buah situs. Dari jumlah tersebut, belum termasuk Batu Kambang yang ditengarai memiliki nilai sejarah dan masuk dalam cagar budaya. “Benda Batu Kambang jika dilihat utuh seperti candi, begitu juga dengan batuannya yang keras. Kami meyakini Batu Kambang itu seperti candi yang sudah tertimbun dan dikelilingi sungai,” kata Rien.
Secara terpisah Kepala Bidang Pariwisata, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, berdasar penelusuran yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu, Batu Kambang dahulu sering dipakai untuk tempat bersemedi. Namun, berangsur-angsur tidak digunakan semedi, malahan digunakan untuk tempat menggembala ternak. Mulai tahun 2000-an, Batu Kambang mulai banyak dikunjungi oleh para remaja yang melakukan refreshing. Kemudian mulai tahun 2009, Batu Kambang mulai sering digunakan untuk berkemah bagi para pramuka di wiayah Kecamatan Kaligondang. Tempat itu mulai dikenal sebagai areal perkemahan tingkat kecamatan setempat. Meski berada di pinggir Sungai Lebak, namun areal ini aman dari terjangan banjir dan angin ribut.
“Namun sayangnya, diatas areal ini banyak sampah plastic bungkus makanan ringan. Bahkan, beberapa tempat terlihat coretan diatas bagian batu,” ujar Prayitno.
Prayitno menambahkan, untuk mencapai areal Batu Kambang, tidaklah sulit, Dari pusat kota Purbalingga menuju Desa Selakambang ditempuh sekitar 20 menit menggunakan kendaraan pribadi. Dari persimpangan Selakambang kemudian menuju arah Timur ke arah Dusun Beji. Kemudian di pertigaan kedua di Dusun Beji, kita harus turun berjalan kaki. Melewati jalan berkelok dan rumah penduduk hingga ke ujung jalan. Selepas ujung jalan inilah kita melewati jalan menurun dan sudah terlihat Batu Kambang. (y)