Pendakian Gunung Slamet Makin Diminati
PURBALINGGA – Wisata minat khusus pendakian ke Gunung Slamet (3.428 m dpl) melalui Pos Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, semakin diminati. Menjelang peringatan HUT ke-71, pendakian sudah mulai terasa. Bahkan, sejumlah komunitas pendaki sudah memesan untuk melakukan pendakian mulai tanggal 15 Agustus 2016.
Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengungkapkan, sejak awal tahun 2016 pendakian ke puncak Slamet terdata mengalami peningkatan. Dari bulan Januari hingga tanggal 3 Agutus, pendaki sudah tercatat mencapai 13.200 orang. Sementara jumlah pendaki selama tahun 2015 hanya 6.971 orang.
“Kenaikan jumlah pendaki ke Gunung Slamet ini seiring dengan animo wisata minat khusus bagi kalangan anak muda yang menjadi trend. Selain itu juga, kondisi status Gunung Slamet yang normal dan cuaca yang sangat bersahabat,” kata Prayitno, disela-sela melakukan pemantauan pendakian di pos Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kamis (4/8).
Prayitno mengungkapkan, tiket masuk ke pendakian Gunung Slamet boleh dibilang paling murah jika dibanding dengan pendakian ke sejumlah gunung lain. Tiket masuk di pendakian Gunung Slamet hanya Rp 5.000,- per orang. Tiket ini terbagi Rp 4.000,- untuk kas daerah Pemkab, dan Rp 1.000,- untuk operasional SAR jika ada evakuasi pendaki. “Dari target pendapatan, tentunya juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, target pendapatan Rp 14 juta, dan mampu terpenuhi Rp 27.884.000,- . Untuk tahun 2016 ini, target pendapatan dinaikan menjadi Rp 50 juta, dan sampai tanggal 3 Agustus 2016 sudah bisa terpenuhi Rp 52.800.000,-,” kata Prayitno.
Prayitno memprediksi pendapatan dari pos pendakian Gunung Slamet untuk tahun 2016 ini bisa tercapai sekitar Rp 80 juta. Prediksi ini didasarkan pada musim pendakian yang ada, seperti pada perayaan HUT kemerdekaan RI dan pada akhir tahun menjelang pergantian tahun baru. “Sejak awal bulan Agustus ini, pendaki terus datang silih berganti. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota, seperti Bandung, Jakarta, Tanggerang dan Bekasi. Hampir jarang dijumpai pendaki lokal dari Purbalingga dan sekitarnya,,” ujar Prayitno.
Prayitno menambahkan, meski dengan tiket masuk pendakian yang masih kecil, namun pihaknya berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin. Kendala yang ada di lapangan, menyangkut ketersediaan air bersih untuk keperluan MCK para pendaki. Pihak dinas bersama Tim SAR dan Karang Taruna setempat untuk mengelola MCK yang ada. Hasil dari MCK untuk membeli air bersih.
Selain air bersih, kendala lainnya soal sampah. Para pendaki diwajibkan membawa turun ke pos Bambangan, sampah yang dihasilkannya. Jika dalam satu rombongan tidak membawa kembali sampah turun, maka akan dikenakan denda sepuluh kali harga tiket. Denda tersebut digunakan untuk operasional Tim SAR mengambil sampah ke beberapa pos menuju puncak Gunung Slamet. “sementara sampah-sampah yang sudah dibawa turun oleh para pendaki yang kebanyakan berupa botol minuman dan plastik, dikumpulkan lebih dahulu di tempat penampungan sementara, dan kemudian oleh relawan Tim SAR dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Banjaran, Bojongsari,” tambah Prayitno.
Untuk memberikan kenyamanan bagi para pendaki, Dinbudparpora pada tahun 2016 ini juga akan melakukan rehab bangunan atap pondok pemuda, atap MCK, dan fasilitas disekitarnya. Sementara untuk parkir kendaraan, Dinbudparpora tidak mengelola. Area parkir di depan pondok pemuda digunakan untuk parkir SAR dan tamu. Untuk parkir para pendaki yang membawa kendaraan, dikelola oleh Karang Taruna setempat.
Sementara itu, salah seorang pendaki dari Bandung, Hafizh Qodarisman (20) mengemukakan, dirinya baru pertama kali naik ke puncak Gunung Slamet. Untuk mencapai pos Bambangan, bersama 10 teman lainnya, Hafizh mengggunakan kereta api dan turun di stasiun Purwokerto. Dari stasiun menyewa angkutan kota seharga Rp 350 ribu, dan melewati Wana Wisata Serang. “Dari harga carteran angkutan kota, kami menilai masih wajar. Sedang tiket masuk ke Gunung Slamet juga sangat terjangkau untuk kalangan mahasiswa.Yang utama adalah pelayanan petugasnya sangat baik. Mereka memberikan peta jalur pendakian, dan arahan soal larangan dan pantangan selama melakukan pendakian,” kata Hafizh.
Slamet Ardiansah, petugas di pos Bambangan menuturkan, setiap pendaki yang baru pertama kali naik, pasti kami beri arahan soal jalur yang dilalui. Disepanjang jalur pendakian juga sudah ada rambu arah yang dibuat SAR bersama relawan. Pendaki, biasanya kami ingatkan cukup satu jam ketika sampai di puncak, karena kondisinya yang dingin. Sedang informasi lain, soal ketersediaan air yang ada di titik pos V yang belum mengering.
“Kami juga mengingatkan pendaki untuk tidak memetik bunga Edelweis yang saat ini sedang musim, dan untuk membawa pulang sampah yang dibawanya,” ujar Slamet. (y)