Dinbudparpora dan Relawan Lingkungan Bahas Sampah Gunung Slamet
Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga melalui Bidang Pariwisata bekerja sama dengan Forum Silahrutahmi Relawan Peduli Lingkungan, Selasa (28/1) besok di pos pendakian Dukuh Bambangan, Desa Kutavawa akan membahas bersama penanganan sampah di Gunung Slamet. Keberadaan sampah di beberapa titik pos pendakian Gunung Slamet mencerminkan kesadaran sebagian para pendaki yang masih rendah terhadap factor lingkungan.
Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga Ir Prayitno, M.Si mengatakan, pihanya bekerjasama dengan relawan peduli lingkungan Gunung Slamet sudah berulangkali menghimbau agar setiap pendaki yang hendak melakukan pendakian ke puncak gunung agar membawa turun kembali sampah yang dihasilkan. Namun, diakui himbauan itu tidak dipatuhi oleh semua pendaki. Para pendaki yang benar-benar sebagai pecinta alam, mereka akan sadar dan membawa turun sampah, sementara pendaki pemula kebanyakan meninggalkan sampah di sepanjang jalur pendakian.
“Langkah kami selama ini hanya menggugah kesadaran para pendaki untuk membawa pulang sampah, namun ternyata masih banyak pendaki yang belum sadar untuk menjaga kelestarian Gunung Slamet,” kata Prayitno, Minggu (26/1).
Dikatakan Prayitno, beberapa kelompok relawan mengusulkan semacam jaminan layaknya seperti di pegadaian, agar pendaki meninggalkan sesuatu barang, dan barang tersebut bisa diambil kembali jika pendaki membawa sampah yang dihasilkannya sendiri. Wujud jaminan ini masih dicari yang tepat.
“Kalau yang dijaminkan identitas seperti KTP atau SIM, sepertinya kurang pas. Hal ini untuk jaga-jaga jika pendaki mengalami musibah dan bisa diketahui dari identitas yang dibawanya. Jika berupa handphone, rasanya juga tidak mungkin, karena handphone itu bisa jadi alat komunikasi ketika pendaki tersesat,” kata Prayitno.
Prayitno mengakui, kesadaran sebagian pendaki Gunung Slamet dalam membuang sampah masih terbilang rendah. Sepanjang jalur pendakian melalui pos Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, masih ditemukan sampah. Kebanyakan sampah berupa bungkus permen yang berada hampir di setiap jalur, kemudian bekas bungkus mie instant dan botol bekas minuman air mineral.
“Mereka mungkin masih beranggapan, jika hanya meninggalkan sedikit sampah tidak akan berpengaruh di pegunungan. Namun, jika banyak pendaki yang beranggapan demikian, tentunya sepanjang jalur pendakian akan dipenuhi sampah. Apalagi kebanyakan berupa sampah an-organik seperti plastik yang sulit terurai,” tambah Prayitno. (y)