Belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris Limbasari

Suasana belajar di desa Inggris Limbasari, kecamatan Bobotsari, Purbalingga. Desa ini dikembangkan sebagai desa wisata dengan potensi alam dan pembelajaran bahasa Inggris.

Suasana belajar di desa Inggris Limbasari, kecamatan Bobotsari, Purbalingga. Desa ini dikembangkan sebagai desa wisata dengan potensi alam dan pembelajaran bahasa Inggris.

PURBALINGGA – DI sebuah tanah sedikit lapang tak jauh dari hutan Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, sekelompok warga usia paruh baya berdiri membuat lingkaran agak besar.

            Salah satu dari mereka memegang bola plastik. Pada bola tersebut tertulis kata name. Pemegang bola lalu melemparkannya pada orang yang ada di hadapannya. Begitu mendapat bola itu, penerima bola lalu berucap, “My name is Tursiyati,” sambil tersenyum lebar. Ia lalu melemparkan bola itu pada orang lain secara acak, dan penerima bola pun menyebut namanya.

            Itu salah satu suasana yang nampak di Desa Inggris Limbasari. Metode out door dengan cara yang menyenangkan itu menjadi cara ampuh bagi warga dalam mempelajari bahasa Negeri Ratu Elizabeth.

            “Saya baru bisa What your name, Where do you live sama how old are you,” kata Tursiyati (20).

            Ia mengaku baru beberapa kali ikut belajar bahasa Inggris. Meskipun demikian, ia mengaku semangat agar bisa bicara bahasa asing itu, Alasannya, desanya sudah dicetuskan sebagai desa wisata dengan banyak objek wisata seperti curug, sentra batik, dan lain-lain.

            “Mbok ngemben ada yang dari mancanegara, bahasanya lain,. Saya bisa mengimbangi mereka saat ngobrol bahasanya lain,” katanya.

            Dicetuskan kali pertama oleh Ismuadi, (45). Warga Kelurahan Kandanggampang, Kecamatan ini pernah menjadi TKI selama tujuh tahun sebagai pelatih pada lembaga pelatihan komputer internasional di Brunei Darussalam. Ia banyak ditugaskan melatih komputer di berbagai negara. “Idenya muncul ketika banyak orang Filipina yang lancar berbicara bahasa Inggris. Padahal banyak dari mereka yang hanya lulus sekolah dasar,” katanya.

            Dari pengalamannya mengajar di Filipina, ia mendapatkan metode unik dalam pembelajaran bahasa Inggris. Metodenya dengan cara penguasaan ungkapan-ungkapan umum sehari-hari.

            “Jika sudah hafal ungkapan itu, grammar mengkuti. Misalnya no smoking, kalo ada no ada ing. Don’t sit, kalau ada don’t tidak ada ing,” katanya.

            Selain dengan metode lempar bola, juga dengan metode flashcard. Tiap kartu bertuliskan ungkapan. Tiap peserta pelatihan mendapat kartu seharga Rp 250 sebagai pengganti foto kopi. Mereka lalu diminta menghafalkannya.

            Terakhir dengan metode listening. Ia mewajibkan peserta pelatihan memiliki alat pemutar mp3. Ia lalu memasukkan rekaman ucapan bahasa Inggris yang diunduh dari internet. Peserta mendengarkan ucapan itu untuk menyesuaikan logat ucapnya.

            “Sederhana, bagaimana orang luar negeri introducing him self. Peserta akan mengikutinya. Diceklis paling tidak mendengarkan 20 kali,” katanya.

            Mendirikan desa Inggris tidak semudah membalikkan telapak tangan. Awal 2012 ia survei keliling desa wisata untuk mencari lokasi paling pas. Akhirnya ketemu juga di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari. Alasannya, selain sebagai desa wisata, desa itu juga memiliki alam yang indah sehingga mendukung penerapan metode outdoor yang diterapkan.

            Juni 2013 ia resmi membuka tempat pelatihan di rumah milik Nani (80) di Dusun Arjosari RT 1 RW 4, Desa Limbasari. Sasaran pelatihannya adalah perangkat desa, anggota Kelompk Sadar Wisata (Pokdarwis), anggota PKK, para imam masjid, Ketua RT dan RW, pemilik toko dan warung, pemilik homestay dan para siswa.

            “Masyarakat antusias sekali. Bahkan ada orang tua rela hujan-hujanan hanya ingin bisa berucap what’s is your name,” kata pria yang saat ini bekerja sebagai web designer itu. (y)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *